Salah satu perbedaan Asuransi Takaful dengan asuransi konvensional adalah pada sistem bunga (riba). Asuransi konvensional mempraktekkan riba sedangkan Asuransi Islam menghindarinya dalam setiap aktivitas dan transaksinya. Anti Riba menjadi salah satu ciri penting asuransi Islam. Artikel ini sengaja disiapkan untuk Syiar Ummat yang berupaya membahas bahaya riba bagi perekonomian masyarakat.
Para ekonom modern dewasa ini, telah menyadari secara empiris bahwa bunga mengandung mudharat, karena mengambil keuntungan tanpa memikul resiko atas proyek usaha yang dikelola si peminjam adalah sebuah ketidakadilan dan ini dapat menimbulkan berbagai krisis. Karena itu, tidak mengherankan jika banyak pakar ekonomi yang berkeyakinan bahwa krisis ekonomi dewasa ini disebabkan oleh sistem ribawi. Fakta, kini telah membuktikan bahwa sistem riba banyak menimbulkan bencana di berbagai negara dan bangsa. Negara-negara penghutang di jerat hutang yang besar. 30 % hutang tersebut adalah hutang bunga. Yang lebih zalim adalah hutang bunga itu bukan saja atas modal yang dipinjam, tetapi juga bunga atas bunga. Inilah yang disebut dengan bunga yang berlipat ganda.
Ekonom ternama, Lord Keyness, menyimpulkan bahwa suku bunga yang tinggi menyebabkan macetnya pasar atau terhentinya kegiatan industri dan kemudian secara negatif mempengaruhi penerimaan yang merupakan sumber produksi. Penyimpanan nasabah di bank akan berjalan terus-menerus, meski suku bunga turun sampai titik nol.
Dalam memberikan tanggapan terhadap dampak bunga, ekonomi kenamaan W.S Mitchel dengan tepat sekali menuturkan bahwa bunga memainkan peranan penting dalam mengakibatkan timbulnya krisis. Pendapat senada diungkapkan oleh Nurcholish Madjid, yang menyatakan bahwa sistem ekonomi ribawi dapat menghancurkan ekonomi dunia. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia saat ini, katanya, merupakan pengaruh global, karena dunia dikuasai oleh sistem ekonomi ribawi, ciptaan kapitalis. Dimana negara-nagara kaya menghisap darah negara-negara miskin dengan pinjaman bunga.
Ekonomi global akan mempengaruhi setiap negara, sehingga krisis yang dihadapi bangsa Indonasia tidak akan pernah selesai bila diatasi sendiri. Sistem ekonomi riba menurutnya menjadi faktor utama ketimpangan ekonomi antara barat dan negara-negara berkembang. Antara orang-orang kaya dan orang-orang miskin. Sistem itu memungkinkan terjadinya pemindahan kekayaan dalam sekejap dari negara-negara berkembang kepada negara-negara kapitalis.
Akibat sampingan yang amat terasa adalah terjadinya menumpukan asset dalam jumlah besar dan dikuasai segelintir masyarakat. Sedangkan mayoritas rakyat tidak mendapat sumber kehidupan. Dalam sistem ekonomi riba, terjadi pengalihan kekayaan secara mudah. Akibatnya orang menjadi materialistis secara rakus dan serakah.
Cara riba merupakan jalan usaha yang tidak sehat, karena keuntungan yang diperoleh si pemilik modal bukan merupakan hasil pekerjaan atau jerih payahnya. Adalah tidak adil, bila seorang kapitalis (pemilik modal), meraup bunga dari modal-nya, tanpa menanggung resiko sedikitpun dalam sebuah usaha.
Dalam kenyataannya, pemilik uang tak peduli apakah si peminjam atau si pengelola modal, untung dan rugi, yang penting baginya adalah bunga sekian persen harus diterimanya. Pada pinjaman sistem bunga, tak terdapat kebersamaan dan kemitraan sebagaimana dalam sistem mudharabah. Pada sistem bunga, keuntungan yang didapat dengan mengeksploitir orang lain yang pada dasarnya lebih lemah dari panya. Praktek semacam ini merugikan pengusaha kecil dan sebaliknya menambah kekayaan bagi orang-orang kaya dan orang-orang kuat tanpa menggangu resiko apapun. Akhirnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Dalam perekonomian bebas bunga, pemecahan dan pengurangan penderitaan orang banyak direalisir secara adil.
Kerangka pemikiran tersebut sejalan dengan pandangan para filosuf yang menyatakan bahwa harta tidak melahirkan harta, uang tidak menelorkan uang. Harta baru dapat berkembang dengan cara bekerja dan usaha jerih payah untuk kedua belah pihak dan kemaslahatan masyarakat, sehingga terealisir kehidupan bersama yang adil antara harta dan kerja. Pada dasarnya, keperluan akan pinjaman, timbul karena kebutuhan ekonomi, utamanya kaum miskin. Hanya suatu masyarakat kaya yang bisa memberikan pinjaman kepada masyarakat miskin. Karena itu, dikenakannya bunga dalam bentuk apa saja pada pinjaman, adalah suatu pengingkaran pada prinsip universal persaudaraan manusia yang harus saling menolong. Jadi, riba merupakan penghisapan dari kebutuhan sesama saudara. Bunga telah merontokkan fitrah dasar manusia untuk saling bantu dan mengasihi.
Bunga menghancurkan dasar-dasar kehidupan manusia yang fundamental, yaitu saling membantu dan menolong. Bunga juga menjadikan manusia hanya mementingkan diri sendiri. Semua orang dalam masyarakat seperti itu, mempunyai kecendrungan untuk bergumul dalam segala sesuatu yang semata-mata didasarkan oleh materi/uang.
Selanjutnya, bunga juga secara signifikan memicu inflasi. Untuk membayar hutang, peminjam harus menaikkan harga barang sebagai kompensasi bunga yang harus di bayarkan. Dan untuk membayar hutang tersebut sering terjadi pemangkasan upah buruh.
Kemudian, harus diketahui bahwa dalam ekonomi Islam, perdagangan menjadi satu faktor utama dalam proses pembangunan. Dinamikanya dapat melalui kerjasama dan partisipasi. Sedangkan konsep bunga adalah konsep yang menguntungkan satu pihak dan pemilik modal cendrung mementingkan diri sendiri. Maka dari sudut pandang ekonomi dan etika, bunga sesungguhnya meruntuhkan sendi-sendi kemanusian, tidak saling membantu, egois dan individualistis yang pada akhirnya mencegah peningkatan sumber daya ekonomi.
UANG BUKAN SEBAGAI KOMODITAS
Selanjutnya, bunga, mutlak menjadikan uang sebagai komoditas. Sedangkan Islam menegaskan fungsi uang adalah sebagai alat tukar (medium of change). Ekonomi kapitalisme adalah sebuah sistem yang menjadikan uang sebagai komoditas, dimana uang diperjual belikan dalam kegiatan spekulasi. Hal ini sangat rawan terhadap peningkatan nilai mata uang dollar yang pada gilirannya menimbulkan bencana di banyak negara. Proses penurunan nilai mata uang lokal (seperti rupiah) terjadi sangat singkat yang selanjutnya menghancurkan ekonomi suatu negara dan tentunya memiskinkan rakyat banyak. Jadi kesimpulannya, bunga terbukti membuat krisis dan memiskinkan.
Dari uraian di atas jelas bahwa bunga telah menghalangi dimanfaatkannya uang secara maksimal dan proporsional. Tanpa aktif berinvestasi dalam produksi dan perdagangan, para pemilik uang yang meminjamkan uang, telah tumbuh menjadi golongan kapitalis. Bahkan dengan kekuatan bunga mereka menyita atau membangun sarana-sarana produksi seluas-luasnya. Bunga memang menjadi kata kunci pertumbuhan dan penguatan golongan kapitalis. Bangkitnya kapitalis memang merupakan ekses utama sistem bunga, maka masyarakat biasa dan terlebih yang miskin, harus tergantung hidupnya dibawah belas kasihan kaum kapitalis.
Suku bunga pinjaman dapat menghalangi terciptanya tata perekonomian dunia yang baik dan adil. Dalam ekonomi riba, tidak terwujud rasa kebersamaan, karena pemilik modal dalam sistem bunga hanya mementingkan diri sendiri, tidak peduli pada resiko yang dialami peminjam, apakah untung atau rugi. Yang penting bunga harus diserahkan dalam jumlah tertentu. Riba juga dapat menyebabkan kehancuran dan kepapaan. Banyak orang yang kehilangan harta benda dan akhirnya menjadi fakir miskin. Sebaliknya, pihak yang mempunyai modal, bisa memiliki harta orang lain dengan cara mudah, tapi batil
0 komentar:
Post a Comment