Ilmu pengetahuan adalah merupakan perkembangan prestasi peradaban manusia dari dulu sampai sekarang,dan ilmu pengetahuan mempunyai 3 dimensi yaitu Ontology (ilmu pengetahuan menganalisa kategori-kategori realitas yang menjadi acuan membentuk teori),Epistemologi (ilmu pengetahuan memaparkan cara dan prses pengetahuan yang menjadi acuan pembenaran kegiatan ilmiah) dan Etika (membahas hubungan ilmu pengetahuan dan masyarakat serta implikasinya). Untuk memahami lebih dalam pengaruh dominan dari ilmu pengetahuan terhadap kehidupan manusia dalam bermasyarakat perlu filsafat ilmu pengetahuan. Tujuan dari filsafat adalah untuk mencari dan mendapatkan unsur-unsur yang hakiki dari suatu fenomena yang disebut meta fenomena.Unsur-unsur ini hanya dapat diperoleh dengan melakukan refleksi terhadap fenomena yang dimaksud.Sedangkan hakikat merupakan jawaban yang sedalam-dalamnya atau yang paling radikal dari fenomena tersebut yang dapat dipakai sebagai referensi untuk mengambil keputusan dalam menentukan suatu kebijakan.
Revolusi ilmu pengetahuan pada abad 17 ditandai dengan majunya ilmu pengetahuan Fisika, Astronomi dan Matematika yang memunculkan pendekatan-pendekatan baru dengan metode-meode baru untuk menjelaskan fenomena yang ada. Ilmu pengetahuan dalam dimensi rasional konstitutif dimulai dari lingkaran WINA yang berusaha menjawab “Äpakah unsur-unsur hakiki dari ilmu pengetahuan?”. Pendekatan yang digunakan diantaranya pendekatan teologis,metafisik dan positifisme, sehingga pengetahuan dapat dikategorikan pada tiga bagian yaitu :1) Pengetahuan Teologis yang didasarkan pada iman dan kepercayaan, 2) Pengetahuan Filsofi yang didasarkan pada metafisik, dan 3) Pengetahuan positif yang didasarkan pada pengindraan.
Basis dari ilmu pengetahuan adalah positifisme, karena menurut positifisme untuk mengubah dunia dapat dilakukan dengan ilmu pengetahuan yanag bisa memberi kehidupan yang lebih baik.Positivisme merupakan peruncingan trend melalui rasionalisme dan empirisme (Hardiman : 2003). Sorotan khususnya terhadap metodologi ilmu pengetahuan, bahkan dapat dikatakan bahwa positivisme sangat menitikberatkanmetodologi dalam refleksi filsafatnya.Kalau dalam empirisme dan rasionalisme pengetahuan masih direfleksikan, dalam positivisme kedudukan pengetahuan diganti dengan metodologi.Kalau positivisme menerapkan metodologi ilmu alam pada ilmu sosial, pandangan ini beranggapan bahwa ilmu sosal modern menganut tiga prinsip : bersifat empiris objektif, deduktif nomologis dan instrumental bebas nilai.Ketiga asumsi positivis dalam ilmu-ilmu sosialoleh Anthony Giddens dijelaskan sebagai berikut :
- prosedur-prosedur ilmu alam dapat diterapkan pada ilmu-ilmu sosial. Gejala-gejala subjektivitas manusia, kepentingan maupubn kehendak, tidak mengganggu objek observasi, yaitu tindakan sosial.
- hasil riset dapat dirumuskan dalam bentuk “hukum –hukum” seperti hukum-hukum alam.
- Ilmu sosial harus bersifat teknis, yaitu menyediakan pengetahuan yang bersifat instrumental murni.Pengetahuan itu harus dapat dipakai untuk keperluan apa saja sehingga tidak bersifat instrumental murni.Ilmu-ilmu sosial juga bersifat bebas nilai.
Ilmu ekonomi sebagai salah satu ilmu sosial ternyata telah meninggalkan imu sosial karena dalam pengaplikasiannya melupakan unsur-unsur sosial didalamnya ataupun menganggap unsur sosial berada diluar siklus ekonomi. Hal ini nyata pada pola pembangunan yang diterapkan pada jaman orde baru yang hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi mengabaikan masyarakat sebagai salah satu agen ekonomi mempunyai juga sifat-sifat sosial yang harus dipertimbangkan dalam penentuan kebijakan-kebijakan. Tumbuhnya beberapa golongan masyarakat seperti teknokrat dan pengusaha pada jaman orde baru mempengaruhi struktur sosial yang ada di masyarakat sehingga jika tidak diperhiungkan menyebabkan terjadinya beberapa kasus kerusuhan,ketegangan politik dll di Indonesia pada jaman orde baru.
Popper dengan karya dasarnya adalah The Logic of Scientific Discovery memberikan pokok-pokok pemikirannya dengan mengkritik cara berpikir positivisme (Verhaak :1995). Popper menentang beberapa gagasan dasar Lingkaran Wina,dia menentang antara ungkapan bermakna (meaningful) dari yang tidak bermakna (meaningless) berdasarkan kriterium dapat tidaknya dibenarkan secara empiris. Pembedaan itu digantinya dengan adanya garis batas atau demarkasi antar ungkapan ilmiah dan tidak ilmiah. Ada prinsip falsifiabilitas artinya ciri khas pengetahuan ilmiah ialah bahwa dapat dibuktikan salah (it can be falsified) . Menurut Popper ilmu pengetahuan berkembang maju jika dapat dibuktikan bahwa hipotesa itu salah, maka hipotesa itu harus ditinggalkan dan digantika oleh hipotesa baru.Pengetahuan maju bukan karena akumulasi pengetahuan melainkan lewat proses eliminasi yang semakin keras terhadap kemungkinan kekeliruan dan kesalahan (error elimination). Popper dapat menjawab mengapa terjadi kesenjangan pada masa pemerintahan orde baru terutama kesenjangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonsia Bagian Timur. Teori trickle down effets yang dipercaya oleh para ekonom ternyata salah dan tidak berlaku di Indonesia pada jaman orde baru.Pembangunan perekonomian terpusat di Jawa dengan harapan memberi dampak kemajuan pada daerah di luar Jawa tidak tercapai. Berarti teori ini salah jika diterapkan di Indonesia pada masa itu, sehingga perlu teori baru agar kesenjangan yang terjadi tidak semakin besar.
Sekitar tiga dasawarsa terakhir terlihat perkembangan baru dalam filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh-tokoh diantaranya Thomas Kuhn, Paul Feyerabend,N.R.Hanson dll. Kesamaan ciri khas dari mereka adalah perhatian mereka terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Karya Kuhn The Structure of Scientific Revolutions (1962),menurut Kuhn upaya untuk berguru pada sejarah ilmu harus merupakan titik pangkal segala penyelidikan.Dengan begitu diharapkan filsafat ilmu bisa semakin mendekati kenyataan ilmu dan aktivitas ilmiah sesungguhnya. Kemajuan ilmiah pertama-tama bersifat revolusioner dan ilmu pengetahuan tak terlepas dari factor ruang dan waktu.Dengan paradigma yang muncul maka ilmu itu bersifat pluralistik terutama mengandung relativisme. Ini dikembangkan oleh Feyerabend dimana ilmu yang pluralistic mampu mengembangkan teorinya lewat pengembangan metodologinya masing-masing.Menurutnya perkembangan ilmu terjadi karena kreativitas individual (anything goes) .Menurut tokoh-tokoh diatas bahwa ilmu ekonomi pun tidak terlepas dari dimensi histories kontekstualnya.Dan untuk melihat pendekatan ilmu ekonomi dalam pemerintahan orde baru harus melihat sejarah sebelum orde baru yaitu orde lama dll.Tindakan untuk meningkatkan pertumbuhan didasarkan dari warisan kondisi ekonomi yang sangat buruk yang harus dihadapi oleh pemerintahan orde baru.Sehingga untuk mulai bangkit lagi situasi ekonomi harus segera diperbaiki dengan menitikberatkan sector ekonomi sebagai target pertumbuhan. Namun suatu kesalahan dalam pemerintahan orde baru adalah tidak melihat pentingnya sektor-sektor lain guna meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
0 komentar:
Post a Comment