20:14
0
lalu engkau, yang semula kusangka bahkan Tuhan tiada akan pernah
ciptakan, gelibetan pergi pulang di sela iga dan sesudahnya mengembarai
lorong tiap tulang belulang dalam badan yang mewujutkan diri ini.

bunga ataukah batu? bara ataukah rindu? menyala, mulakmulak, redup lalu,
lindap, jauh dan dalam, menghadirkan senyap yang bikin segala jenis air pun penyap
: menyergap, menciptakan bayang, ketika kupukupu merentang sayap.

pagiku, kekasih. siang, sore, senja dan malamku pula, sungguh telah bagimu.
aku ini, begitulah kadang kubayangkan, kursi tua di beranda
dengan pelitur pada sandaran lengan telah pudar semua

dan engkau tak henti mengelapnya yang entah mengapa kadangkala
sembari berlinang airmata.

ubin di sini telah pula retak di hampir tiap sudutnya.
dan di celah sempitnya berdesak entah berapa banyak rahasia (memuat harapan
yang bukankah terkadang tak gampang bagi kita untuk mewujutkannya?)

”aku mencintaimu,” bisikmu suatu malam saat mestinya bulan bundar.
”mengapa tapi cinta berpaling dari kecintaanku padamu?” tanyamu.
lalu hening berdenting.

di ujung daun
Oleh Kang Mz Timur

0 komentar:

Post a Comment